Sabtu, 19 Mei 2018

Pengertian, keistimewaan, perbuatan pidana serta asas legalitas

PENGERTIAN HUKUM PIDANA
          Moeljatno mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
1.     Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.
2.     Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan.
3.     Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.
Pengnertian hukum pidana yang dikemukakan oleh Moeljatno dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya berkaitan dengan hukum pidana materiil (poin 1 dan 2), tetapi juga hukum pidana formil (poin 3). Hukum pidana tidak hanya berkaitan dengan penentuan perbuatan yang dilarang dan diancam perbuatan pidana serta kapan orang yang melakukan perbuatan pidana itu dijatuhi pidana, tapi juga proses peradilan yang harus dijalankan oleh orang tersebut.
Van Bemmelen secara eksplisit mengartikan hukum pidana dalam dua hal, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Menurutnya, hukum pidana materiil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidanayang diancamkan terhadap perbuatan itu. Sedangkan hukum pidana formal adalah mengatur cara bagaimana cara pidana seharusnya dilakukan dan melakukan tata tertib yang harus diperhatikan dalam kesempatan itu. Pengertian Van Bemmelen ini agak sama dengan pengertian hukum pidana yang dikemukakan Moeljatno, yaitu dalam kategori hukum pidana materiil dan hukum pidana formal.
Wirjono Prodjodikoro memberikan pengertian hukum pidana kedalam hukum pidana materiil dan hukum pidana formal. Menurutnya isi hukum pidana materiil adalah penunjukan dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum pidana; penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan itu merupakan perbuatan yang membuatnya dapat dihukum pidana; dan penunjukan jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana formal (hukum acara pidana) berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana materiil, oleh karena, merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintahan yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.
Sudarto, ahli hukum pidana lain, mendefinisikan hukum pidana sebagai hukum yang memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat pidana. Sejalan dengan hal ini, maka kitab hukum undang-undang hukum pidana (KHUP) memuat dua hal pokok yaitu:
1.     Memuat pelukisan-pelukisan dari perbuatan-perbuatan yang diancam pidana, yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana.
2.     KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang itu.
Pengertian yang dikemukakan oleh Sudarto lebih sempit dari pengertian yang diuraikan oleh Moeljatno, Van Bemmelen, dan Wirjono Prodjodikoro. Karena sudarto hanya mengartikan hukum pidana sebagai hukum pidana materiil yakni berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman pidana.
Pengertian hukum pidana juga dikemukakan oleh Adami Chazawi. Dia mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari hukum public yang memuat atau berisi ketentuan-ketentuan tentang:
1.     Aturan umum hukum pidana dan yang berkaitan dengan larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negative) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan tersebut.
2.     Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus dibagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
3.     Tindakan dan upaya-upaya lain yang boleh atau harus dilakukan Negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka dan terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan Negara dalam upaya Negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Pengertian hukum pidana yang Adami Chazawi tersebut lebih luas lagi, yang tidak hanya pengertian hukum pidana dalam arti materiil dan formil, tetapi juga dalam arti hukum pidana eksekutoriil. Artinya, hukum pidana tidak hanya berhubungan dengan penentuan suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana, kapan orang yang melakukan perbuatan pidana itu dijatuhi pidana, dan proses peradilan yang harus dijalankan orang tersebut, tetapi juga bagaimana pelaksanaan pidana yang telah dijatuhkan kepada orang itu.
Andi Zainal Abidin mengartikan hukum pidana meliputi: pertama, perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan Negara yang berwenang; kedua, ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran pelanggaran itu; dan ketiga, kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan itu pada waktu  dan di wilayah Negara tertentu.
Berdasarkan uraian tentang pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh para ahli dengan cara pandang yang berbeda-beda diatas, dapat disimpulkan bahwa didalam istilah hukum pidama pada dasarnya tercakup beberapa pengertian. Pertama, adakalanya istilah hukum pidana bermakna sebagai hukum pidana materiil (substantive criminal law), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai perbuatan yang dinyatakan terlarang, hal-hal atau syarat-syarat yang menjadikan seseorang dapat dikenai tindakan hukum tertentu berupa pidana baik sanksi pidana maupun sanksi tindakan. Ketiga hal tersebut dalam khazanah teori hukum pidana lazim disebut dengan perbuatan pidana (criminal act), pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility/liability), dan pidana atau tindakan (punishment/treatment).
Kedua, istilah hukum pidana juga bermakna sebagai hukum pidana formil (law of criminal procedure), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai tata cara atau prosedur penjatuhan sanksi pidana atau tindakan bagi seseorang yang diduga telah melanggar aturan dalam hukum pidana materiil.
Ketiga, istilah hukum pidana juga diartikan sebagai hukum pelaksanaan pidana (law of criminal execution), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai bagaimana suatu sanksi pidana yang telah dijatuhkan terhadap seorang pelanggar hukum pidana materiil itu harus dilaksanakan.

ASAS LEGALITAS HUKUM PIDANA
          Asas Legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasarkan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan.
Dengan demikian, perbuatan seseorang yang cakap tidak mungkin dikatakan dilarang, selama belum ada ketentuan yang melarangnya, dan ia mempunyai kebebasan untuk melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya, sehingga ada nash yang melarangnya. Ini berarti hukum pidana tidak dapat berlaku ke belakang terhadap suatu perbuatan yang belum ada ketentuan aturannya, karena itu hukum pidana harus berjalan ke depan.
Pada awalnya asas legalitas berhubungan dengan teori Von Feurbach, yang disebut dengan teori Vom Psycologischen Zwang. Teori ini berarti anjuran agar dalam penentuan tindakan-tindakan yang dilarang, tidak hanya tercantum macam-macam tindakannya, tetapi jenis pidana yang dijatuhkan.
Asas legalitas berlaku dalam ranah hukum pidana dan terkenal dengan adagium legendaris Von Feuerbach yang berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali. Secara bebas, adagium tersebut dapat diartikan menjadi “tidak ada tindak pidana (delik), tidak ada hukuman tanpa (didasari) peraturan yang mendahuluinya”. Secara umum, Von Feuerbach membagi adagium tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:
1) tidak ada hukuman, kalau tak ada Undang-undang,
2) Tidak ada hukuman, kalau tak ada kejahatan
3) Tidak ada kejahatan, kalau tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang
Adagium tersebut merupakan dasar dari asas bahwa ketentuan pidana tidak dapat berlaku surut (asas non-retroaktif) karena suatu delik hanya dapat dianggap sebagai kejahatan apabila telah ada aturan sebelumnya yang melarang delik untuk dilakukan, bukan sesudah delik tersebut dilakukan.

KEISTIMEWAAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana mempunyai keistimewaan yang sering dikatakan sebagai “Pedang Bermata Dua” artinya disatu sisi ia berusaha melindungi kepentingan orang lain (umum), namun di sisi lain ia menyerang kepentingan orang lain, yaitu dengan adanya hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melakukan perbuatan pidana. Keistimewaan hukum pidana terletak pada daya paksaan yang berupa ancaman pidana sehingga hukum ini ditaati oleh setiap individu sebagai subjek hukum.

PERBUATAN PIDANA
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang diancam dengan pidana. Antara larangan dengan  acaman pidana ada hubungan yang erat, seperti hubungan peristiwa dengan oranng yang menyebabkan peristiwa tersebut, utuk menyatakan hubungan tersebut dipakailah kata “perbuatan” yang berarti  suatu pengertian abstrak yang menunjukan kepada dua hal yang konkrit. Istilah lain yang dipakai dalamhukum pidana, yaitu; “tindakan pidana”. Perbuatan pidana dapat disamakan dengan istilah belanda, yaitu; strafbaarfeit, menurut Simon; strafbaarfeit adalah kelakuan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab, berhubungan denga kesalahan  yang bersifat melawan kukum dan diancam pidana.
Dalam perbuatan terdapat unsur-unsur, yaitu: Pertama,  kelakuan dan akibat. Kedua, sebab atau keadaan tertentu yang mentertai perbuatan, menurut Van Hamel; sebab-sebab terbagi dalam dua golongan,  berkaitan dengan diri orang tersebut dan dan di luar diri orang tersebut. Ketiga, kerena keadaan tambahan atau unsur-unsur yang memberatkan. Keempat, sifat melawan hukum. Kelima, unsur melawan hukum secara obyektif dan subyektif.
Perbuatan pidana terbagi atas; tindak kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Selai  dari perbuatan tersebut terdapat pula  yang disebut: Delik dolus (denga kesengajaan) dan delik culva (dengan pengabaian), delik commissionis (melanggar hukum dengan perbuatan) dan delik ommissionis (melanggar hukum dengan tidak melakukan perbuatan hukum), delik biasa dan delik yang dikualifisir (delik biasa dengan unsur-unsur yang memberatkan), delik penerus (dengan akibat perbuatan yang lama) dan delik tidak penerus (akibat perbuatan tidak lama).
Locus delicti atau yang dikenal dengan tempat terjadinya perkara, dikenal dua teeori, yaitu; yang menyatakan tempat terjadinya perkara adalah tempat tedakwa berbuat, dan  yang menyatakan tempat tarjadinya perkara adalah tempat terdakwa berbuat dan mungkin tempat dari akibat perbuatan.
Dalam hukum pidana tingkah laku ada yang bernilai positif dan adayang bernilai negative. Dikatakan positif karena pelaku berperan aktiv, sedangkan dikatakan negative karena pelaku tidak berperan aktiv dan perbuatan yang diharuskan hukum. Dalam tingkah laku yang bernialai positif ada beberapa hal yang tidak terkait, yaitu; gerak yang dilakukan secara reflek. Simon berpendapat bahwa tingkah laku yang positif adalah gerakan otot yang dilakukan yang menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan menurut  Pompe, ada tiga ketentuan dalam tingkah laku, yaitu; ditimbulkan oleh seseorang, jelas atau dapat dirasakan, yang dilarang dalam obyek hukum.

Dalam delik-delik yang dirumuskan secara matriil, terdapat keadaan-keadaan tetentu yang dilarang, untuk itulah diperlukan hubungan kausal, agar dapat diberatkan secara hukum (delik berkwalifisir) dengan merumuskan akibat-akibat dari perbuatan tersebut, sehingga jelas dan terbukti. Maka dari itulah dikenal ajaran tentang hubungan-hubungan kausal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unsur-Unsur Proses Hukum Acara Pidana

  TAHAP PROSES PIDANA DASAR TINDAKAN HAK-HAK TERTUDUH Penahanan sementara oleh polisi ...