Sabtu, 28 April 2018

Asas-asas Hukum Peradilan HAM, Kategori Pelanggaran HAM Berat, Upaya Paksa dalam Pelanggaran HAM Berat

HUKUM ACARA PERADILAN HAM


                                    NAMA                        : HARIADY PUTRA ARUAN
                                    NIM                            : 1604551150
                                    KELAS                       : B REGULER PAGI
                                    NO ABSEN                : 27
                                    MATA KULIAH       : HUKUM ACARA PERADILAN HAM







FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
SOAL
1.      Ada berapa macam asas dalam hukum peradilan ham ? jelaskan!
2.      Tidak semua pelanggaran termasuk dalam kategori pelanggaran ham berat, jelaskan!
3.      Tahapan-tahapan didalam menuntaskan perkara pelanggaran ham berat!
4.      Penyelidikan merupakan hal yang sangat prinsip dalam pelanggaran ham berat, jelaskan!
5.      Upaya paksa dalam pelanggaran ham berat, cermati!
JAWAB
1.      Terdapat 13 asas dalam hukum acara peradilan ham, yaitu:
a.       Asas trilogy peradilan
Asas Peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan ini diakomodir di dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tetang Kekuasaan Kehakiman. Yang dimaksud dengan asas sederhana adalah bahwa dalam proses peradilan, yaitu konteks acara haruslah jelas dan mudah difahami dan tidak berbelit-belit. Jadi maksud sederhananya adalah bahwa prosedure di dalam proses peradilan di Institusi pengadilan seyogyanya tidak berbelit-belit, tidak terlalu banyak formalitas yang nantinya akna menimbulkan banyak penafsiran. Cepat, maksudnya adalah dalam proses keseluruhan peradilan dari tahap yang paling awal hingga tahap yang paling akhir haruslah cepat. Biaya ringan maksudnya adalah dalam mencari keadilan di pengadilan haruslah dapat ditanggung oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya pada masyarakat tertentu saja, dikarenakan semua masyarakat tersebut berhak atas keadilan.
b.      Asas praduga tidak bersalah
Asas praduga tidak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU no 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
c.       Asas praduga bersalah
Maksud dari asas ini adalah seorang tersangka sudah dianggap sebagai seorang yang bersalah dan telah melakukan tindak pidana sehingga tersangka perlu untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
d.      Asas oportunitas
Menurut asas ini penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum.
e.       Asas persidangan terbuka untuk umum
Yang dimaksud dengan persidangan terbuka untuk umum adalah masyarakat umum boleh hadir dalam persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim.
f.       Asas equality before the law
Equality before the law adalah asas persamaan di hadapan hukum, dimana didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap Individu. Asas ini tertuang di dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu “ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
g.      Asas nebis in idem
Nebis in Idem adalah salah satu asas dalam hukum ,yang memiliki pengertian sebagai tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang sama, contonya ,seseorang tidak boleh di tuntut untuk kudua kalinya dalam kasus yang sama.
h.      Asas non retroaktif terbatas
Adalah asas diamana seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut tetapi terbatas pada pelanggaran ham berat. jadi, seseorang dapat dituntut  atas dasar hukum yang berlaku surut apabila terkait dengan pelanggaran ham berat.
i.        Asas non impunity
Impunitas merupakan sebuah asas yang secara sah tidak memberikan pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau kerugian kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
j.        Asas tanggung jawab individu
Maksud dari asas ini adalah seseorang bertanggung jawab atas tindakan yang ia perbuat.
k.       Asas independent yudiciary
Kemandirian lembaga pengadilan tidak boleh mencampuri urusan pemerintah/penegakan dalam kaitannya dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
l.        Asas non statute limitation
Bahwa proses pemeriksaan pelanggaran HAM berat harus diperiksa dengan mengingat tidak ada istilah kadaluarsa dalam ancaman hukumnya.
m.    Asas territorial yuridiksi
Yaitu kewenangan suatu Negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada/terjadi dalam batas-batas teritorialnya, tidak mutlak tapi dibatasi oleh hukum internasional.
2.      Sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan dalam UU No. 39 Th 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 104 ayat (1) Yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic diserimination).
Dalam Statuta Roma juga dijelaskan mengenai definisi dari pelanggaran HAM berat yakni;
Rome Statute Art. 5: the most serious crimes of concern to the international community as a whole:
This Statute with respect to the following crimes:
(i)The crime of genocide;
(ii)Crimes against humanity;
(iii)War crimes;
(iv)The crime of aggression.
Dalam UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia juga disebutkan mengenai jenis-jenis dari pelanggaran Ham berat sebagaimana dituangkan dalam pasal 7 sampai dengan pasal 9.
Pasal 7 “Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: a. kejahatan genosida; b. kejahatan terhadap kemanusiaan”.
3.      Proses penanganan pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
a.       Penangkapan
Penangkapan dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan penyidikan dengan memperlihatkan surat tugas. Jika pelaku tertangkap tangan, tidak diperlukan surat tugas, tetapi menyerahkan barang bukti.
b.      Penahanan
Penahanan dapat dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan HAM, banding di pengadilan tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.
c.       Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam upaya penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur masyarakat.
d.      Penyidikan
Penyidikan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam upaya penyidikan, jaksa agung dapat mengangkat penyidik ad hoc. Jika dalam penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, jaksa agung dapat mengeluarkan surat penghentian penyidikan.
e.       Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam hal ini jaksa agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc.
f.       Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh lima orang hakim yang terdiri atas dua orang hakim HAM dan tiga orang hakim ad hoc. Pemeriksaan di tingkat pertama dilakukan paling lama 180 hari. Untuk banding dan kasasi dilakukan paling lama 90 hari.
4.      Proses penyelidikan merupakan bagian paling penting dalam menyelesaikan suatu kasus pelanggaran ham berat. Hal ini dikarenakan tujuan daripada penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang akan digunakan untuk:
1.      Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
2.      Menentukan apakah suatu peristiwa tersebut adalah suatu pelanggaran ham berat.
3.      Siapa yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran hak asasi tersebut.
4.      Merupakan persiapan untuk ditindak lanjuti.
Mengingat pentingnya tahapan penyelidikan ini, maka dalam mengadakan penyelidikan penyelidik harus mempunyai pengetahuan tentang unsur-unsur atau ketentuan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Hal itu diperlukan untuk menentukan apakah telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan siapa pelakunya. Bila penyelidik kurang menguasainya, maka arah penyelidikan menjadi kurang terarah dan tidak menentu yang memungkinkan untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang keliru.
Kemudian dalam rangka mencapai tujuan penyelidikan sesuai dengan rencana, maka sebelum melakukan kegiatan penyelidikan, terlebih dahulu disusun suatu rencana penyelidikan. Semua kegiatan selanjutnya harus mengacu kepada rencana yang telah disusun tersebut agar terarah dan terkendali dengan baik. Rencana penyelidikan tersebul harus memuat tentang:
1.      Sumber informasi yang perlu dihubungi (orang, organisasi LSM, kelompok orang, instansi, tempat dan lain-lain).
2.      Informasi atau alat hukti apa yang dihutuhkan dari sumber tersebut (yang bermanfaat untuk pemhuktian telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia).
3.      Cara memperoleh informasi atau alat bukti tersebut (terbuka, tertutup, wawancara, interogasi, pemotretan dan sebagainya.
4.      Petugas pelaksana.
5.      Batas waktu kegiatan.
Menurut Pasal 18 ayat (1) UU 26/2000, penyelidikan atas pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (“Komnas HAM”). Komnas HAM dalam melaksanakan tugasnya, berwenang menerima laporan atau pengaduan seseorang atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran HAM yang berat (Pasal 19 ayat [1] huruf b UU 26/2000).
5.      Menurut KUHAP, penyelidikan diintrodusir dengan motivasi perlindungan hak asasi manusia dan pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa, di mana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan terpaksa dilakukan. Penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Sedangkan di dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 penyidikan itu dapat dimulai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yaitu: "Dalam hal nomisi Nasional Hak Asasi Manusia berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik."
Berikut upaya paksa macam-macam upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik :
a.       Penangkapan
Dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu: "Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seorang yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup".
Adapun tata cara melakukan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu:
(1)               Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
(2)               Pelaksanaan tugas penangkapan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dengan menyebutkan alasan penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara pelanggaran hak asasi yang berat yang dipersangkakan.
(3)               Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
(4)               Dalam hal tertangkap tangan penangkapan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik.
(5)               Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari.
(6)               Masa penangkapan dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.
b.      Penahanan
Pasal 12 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 menegaskan bahwa : "Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan".
Masa Penahanan dalam Perkara Pelanggaran HAM yang berat :
No
Pejabat yang berwenang
Lama penahanan/Pasal dari UU No.26 Tahun 2000
Lama Penahanan/ Psl 26/2000 Ijin dari
Lama Perpanjangan Penahanan/Psl dari UU No.26 Tahun 2000
1
Jaksa penyidik
90 hr/Psl.13 ayat (1)
90 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.13 ayat (2)
60 hr/Ketua Peng. HAM / Psl 13 ayat (3)
2
Jaksa Penuntut Umum
30 hr/Psl.14 ayat (1)
20 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.14 ayat (2)
20 hr/Ketua Peng. HAM/Psl 14 ayat (3)
3
Hakim Peng. HAM
90 hr/Psl. 15 ayat (1)
30 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.15 ayat (2)
60 hr/Psl.1
4
Hakim Peng. Tinggi
60 hr / Ps.16 ayat (1)
30 hr/Ketua Peng. Tinggi Psl 16 ayat (2)
5
Hakim Agung
60 hr/Psl.17 ayat (1)
30 hr/Ketua MA/Psl.17 ayat (2)

c.       Penggeledahan
Penggeledahan adalah tindakan penyidik untuk memasuki tempat tinggal dan tempat tertutup Iainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
d.      Penyitaan
Menurut Pasal 1 KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
e.       Pemeriksaan
Pemeriksaan merupakan kegiatan untunk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka atau saksi atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan. Adapun yang berwenang megeluarkan pemeriksaan adalah penyidik atau penyidik pembantu. Metode pemeriksaan dapat menggunakan tehnik  interview, interograsi, konfrontasi, serta rekonstruksi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unsur-Unsur Proses Hukum Acara Pidana

  TAHAP PROSES PIDANA DASAR TINDAKAN HAK-HAK TERTUDUH Penahanan sementara oleh polisi ...