HUKUM
ACARA PERADILAN HAM
NAMA : HARIADY PUTRA ARUAN
NIM : 1604551150
KELAS : B REGULER PAGI
NO
ABSEN : 27
MATA
KULIAH : HUKUM ACARA PERADILAN HAM
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
UDAYANA
DENPASAR
2018
SOAL
1. Ada
berapa macam asas dalam hukum peradilan ham ? jelaskan!
2. Tidak
semua pelanggaran termasuk dalam kategori pelanggaran ham berat, jelaskan!
3. Tahapan-tahapan
didalam menuntaskan perkara pelanggaran ham berat!
4. Penyelidikan
merupakan hal yang sangat prinsip dalam pelanggaran ham berat, jelaskan!
5. Upaya
paksa dalam pelanggaran ham berat, cermati!
JAWAB
1. Terdapat
13 asas dalam hukum acara peradilan ham, yaitu:
a. Asas
trilogy peradilan
Asas
Peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan ini diakomodir di dalam Undang-undang
No. 4 Tahun 2004 tetang Kekuasaan Kehakiman. Yang dimaksud dengan asas
sederhana adalah bahwa dalam proses peradilan, yaitu konteks acara haruslah
jelas dan mudah difahami dan tidak berbelit-belit. Jadi maksud sederhananya
adalah bahwa prosedure di dalam proses peradilan di Institusi pengadilan
seyogyanya tidak berbelit-belit, tidak terlalu banyak formalitas yang nantinya
akna menimbulkan banyak penafsiran. Cepat, maksudnya adalah dalam proses
keseluruhan peradilan dari tahap yang paling awal hingga tahap yang paling
akhir haruslah cepat. Biaya ringan maksudnya adalah dalam mencari keadilan di
pengadilan haruslah dapat ditanggung oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya
pada masyarakat tertentu saja, dikarenakan semua masyarakat tersebut berhak
atas keadilan.
b. Asas praduga tidak bersalah
Asas
praduga tidak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU no 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman: “Setiap orang
yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
c. Asas praduga bersalah
Maksud dari asas ini adalah seorang tersangka sudah
dianggap sebagai seorang yang bersalah dan telah melakukan tindak pidana
sehingga tersangka perlu untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
d. Asas oportunitas
Menurut
asas ini penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak
pidana jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum.
e. Asas persidangan terbuka untuk umum
Yang dimaksud dengan
persidangan terbuka untuk umum adalah masyarakat umum boleh hadir
dalam persidangan di pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim.
f. Asas
equality before the law
Equality
before the law adalah asas
persamaan di hadapan hukum, dimana didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam
hukum pada setiap Individu. Asas ini tertuang di dalam pasal 5 ayat 1
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu “ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
g. Asas nebis in idem
Nebis
in Idem adalah salah satu asas dalam hukum ,yang memiliki pengertian sebagai
tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalianya dalam perkara yang
sama, contonya ,seseorang tidak boleh di tuntut untuk kudua kalinya dalam kasus
yang sama.
h.
Asas non
retroaktif terbatas
Adalah
asas diamana seseorang tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
tetapi terbatas pada pelanggaran ham berat. jadi, seseorang dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut apabila
terkait dengan pelanggaran ham berat.
i.
Asas non impunity
Impunitas merupakan sebuah asas yang secara sah tidak
memberikan pembebasan atau pengecualian dari tuntutan atau hukuman atau
kerugian kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi
manusia.
j.
Asas
tanggung jawab individu
Maksud dari asas ini adalah seseorang bertanggung jawab atas
tindakan yang ia perbuat.
k.
Asas independent
yudiciary
Kemandirian
lembaga pengadilan tidak boleh mencampuri urusan pemerintah/penegakan dalam
kaitannya dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
l.
Asas non statute
limitation
Bahwa
proses pemeriksaan pelanggaran HAM berat harus diperiksa dengan mengingat tidak
ada istilah kadaluarsa dalam ancaman hukumnya.
m. Asas territorial yuridiksi
Yaitu
kewenangan suatu Negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum
nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada/terjadi dalam batas-batas
teritorialnya, tidak mutlak tapi dibatasi oleh hukum internasional.
2.
Sebagaimana yang dimaksud dalam
penjelasan dalam UU No. 39 Th 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 104
ayat (1) Yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah
pembunuhan massal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan
pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang
secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
(systematic diserimination).
Dalam
Statuta Roma juga dijelaskan mengenai definisi dari pelanggaran HAM berat
yakni;
Rome
Statute Art. 5: the most serious crimes of concern to the international
community as a whole:
This
Statute with respect to the following crimes:
(i)The
crime of genocide;
(ii)Crimes
against humanity;
(iii)War
crimes;
(iv)The
crime of aggression.
Dalam
UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia juga disebutkan
mengenai jenis-jenis dari pelanggaran Ham berat sebagaimana dituangkan dalam
pasal 7 sampai dengan pasal 9.
Pasal
7 “Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: a. kejahatan genosida; b.
kejahatan terhadap kemanusiaan”.
3.
Proses
penanganan pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM dapat dilakukan melalui
tahap-tahap berikut:
a. Penangkapan
Penangkapan dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan
penyidikan dengan memperlihatkan surat tugas. Jika pelaku tertangkap tangan,
tidak diperlukan surat tugas, tetapi menyerahkan barang bukti.
b. Penahanan
Penahanan dapat dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan HAM, banding di
pengadilan tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.
c. Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam upaya penyelidikan,
Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur
masyarakat.
d. Penyidikan
Penyidikan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam upaya penyidikan,
jaksa agung dapat mengangkat penyidik ad hoc. Jika dalam penyidikan tidak
diperoleh bukti yang cukup, jaksa agung dapat mengeluarkan surat penghentian
penyidikan.
e. Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam hal ini jaksa agung
dapat mengangkat penuntut umum ad hoc.
f. Pemeriksaan
di Sidang Pengadilan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh lima orang hakim
yang terdiri atas dua orang hakim HAM dan tiga orang hakim ad hoc. Pemeriksaan
di tingkat pertama dilakukan paling lama 180 hari. Untuk banding dan kasasi
dilakukan paling lama 90 hari.
4. Proses penyelidikan merupakan bagian paling penting
dalam menyelesaikan suatu kasus pelanggaran ham berat. Hal ini
dikarenakan tujuan daripada penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau
mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang akan digunakan untuk:
1.
Menentukan apakah suatu
peristiwa yang terjadi merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
2.
Menentukan apakah suatu
peristiwa tersebut adalah suatu pelanggaran ham berat.
3.
Siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran hak asasi tersebut.
4.
Merupakan persiapan untuk
ditindak lanjuti.
Mengingat pentingnya tahapan penyelidikan ini, maka dalam
mengadakan penyelidikan penyelidik harus mempunyai pengetahuan tentang
unsur-unsur atau ketentuan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Hal itu diperlukan untuk menentukan apakah telah terjadi pelanggaran hak asasi
manusia dan siapa pelakunya. Bila penyelidik kurang menguasainya, maka arah
penyelidikan menjadi kurang terarah dan tidak menentu yang memungkinkan untuk
menghasilkan suatu kesimpulan yang keliru.
Kemudian
dalam rangka mencapai tujuan penyelidikan sesuai dengan rencana, maka sebelum
melakukan kegiatan penyelidikan, terlebih dahulu disusun suatu rencana
penyelidikan. Semua kegiatan selanjutnya harus mengacu kepada rencana yang
telah disusun tersebut agar terarah dan terkendali dengan baik. Rencana
penyelidikan tersebul harus memuat tentang:
1.
Sumber informasi yang perlu
dihubungi (orang, organisasi LSM, kelompok orang, instansi, tempat dan
lain-lain).
2.
Informasi atau alat hukti
apa yang dihutuhkan dari sumber tersebut (yang bermanfaat untuk pemhuktian
telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia).
3.
Cara memperoleh informasi
atau alat bukti tersebut (terbuka, tertutup, wawancara, interogasi, pemotretan
dan sebagainya.
4.
Petugas pelaksana.
5.
Batas waktu kegiatan.
Menurut Pasal 18 ayat (1) UU 26/2000,
penyelidikan atas pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (“Komnas HAM”). Komnas HAM dalam melaksanakan tugasnya, berwenang
menerima laporan atau pengaduan seseorang atau kelompok orang tentang
terjadinya pelanggaran HAM yang berat (Pasal
19 ayat [1] huruf b UU 26/2000).
5. Menurut
KUHAP, penyelidikan diintrodusir dengan motivasi perlindungan hak asasi manusia
dan pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa, di mana upaya paksa baru
digunakan sebagai tindakan terpaksa dilakukan. Penyelidikan mendahului
tindakan-tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang
diduga tindak pidana dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Sedangkan di dalam
Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 penyidikan itu dapat dimulai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 yaitu: "Dalam hal nomisi Nasional Hak Asasi
Manusia berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi
peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat, maka kesimpulan hasil
penyelidikan disampaikan kepada penyidik."
Berikut upaya paksa macam-macam upaya
paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik :
a. Penangkapan
Dalam
Pasal 11 ayat (1) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu: "Jaksa Agung
sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan
terhadap seorang yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi yang berat
berdasarkan bukti permulaan yang cukup".
Adapun tata cara melakukan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yaitu:
(1)
Jaksa Agung sebagai penyidik
berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang
yang diduga keras melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
(2)
Pelaksanaan tugas
penangkapan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh penyidik dengan
memperlihatkan surat tugas dan memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dengan menyebutkan alasan
penangkapan, tempat dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat perkara
pelanggaran hak asasi yang berat yang dipersangkakan.
(3)
Tembusan surat perintah
penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
(4)
Dalam hal tertangkap tangan
penangkapan tanpa surat perintah dengan ketentuan bahwa penangkapan harus
segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik.
(5)
Penangkapan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan untuk paling lama 1 (satu) hari.
(6)
Masa penangkapan dikurangkan
dari pidana yang dijatuhkan.
b. Penahanan
Pasal 12 ayat (1) UU No. 26 Tahun 2000 menegaskan
bahwa : "Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenang
melakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan
penuntutan".
Masa
Penahanan dalam Perkara Pelanggaran HAM yang berat :
No
|
Pejabat
yang berwenang
|
Lama
penahanan/Pasal dari UU No.26 Tahun 2000
|
Lama
Penahanan/ Psl 26/2000 Ijin dari
|
Lama
Perpanjangan Penahanan/Psl dari UU No.26 Tahun 2000
|
1
|
Jaksa penyidik
|
90 hr/Psl.13 ayat (1)
|
90 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.13 ayat
(2)
|
60 hr/Ketua Peng. HAM / Psl 13
ayat (3)
|
2
|
Jaksa Penuntut Umum
|
30 hr/Psl.14 ayat (1)
|
20 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.14 ayat
(2)
|
20 hr/Ketua Peng. HAM/Psl 14 ayat
(3)
|
3
|
Hakim Peng. HAM
|
90 hr/Psl. 15 ayat (1)
|
30 hr/Ketua Peng. HAM/Psl.15 ayat
(2)
|
60 hr/Psl.1
|
4
|
Hakim Peng. Tinggi
|
60 hr / Ps.16 ayat (1)
|
30 hr/Ketua Peng. Tinggi Psl 16
ayat (2)
|
|
5
|
Hakim Agung
|
60 hr/Psl.17 ayat (1)
|
30 hr/Ketua MA/Psl.17 ayat (2)
|
c. Penggeledahan
Penggeledahan
adalah tindakan penyidik untuk memasuki tempat tinggal dan tempat tertutup
Iainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau
penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
d. Penyitaan
Menurut Pasal 1
KUHAP, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan
atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
e. Pemeriksaan
Pemeriksaan merupakan kegiatan untunk
mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka atau saksi atau
barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi,
sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam tindak
pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita Acara Pemeriksaan.
Adapun yang berwenang megeluarkan pemeriksaan adalah penyidik atau penyidik
pembantu. Metode pemeriksaan dapat menggunakan tehnik interview, interograsi,
konfrontasi, serta rekonstruksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar