1. Hukum
kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law,
sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomstrecht.
-
Lawrence M. Friedman mengartikan hukum
kontrak adalah : Perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar
dan mengatur jenis perjanjian tertentu."
-
Michael D Bayles mengartikan contract of
law atau hukum kontrak adalah Might then be taken to be the law pertaining to
enporcement of promise or agreement. Artinya, hukum kontrak adalah sebagai aturan
hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan. Pendapat
ini mengkaji hukum kontrak dari dimensi pelaksanaan perjanjian yang dibuat oleh
para pihak, namun Michael D. Bayles tidak melihat pada tahaptahap prakontraktual
dan kontraktual. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan dalam penyusunan
sebuah kontrak. Kontrak yang telah disusun oleh para pihak akan dilaksanakan juga
oleh mereka sendiri.
-
Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal
mengartikan law of contract is: Our society's legal mechanism for protecting
the expectations that arise from the making of agreements for the future
exchange of various types of performance, such as the compeyance of property
(tangible and untangible), the performance of services, and the payment of money.
Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan
yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang
bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak
nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
2. Hukum
kontrak diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang terdiri atas 18 bab dan 631
pasal. Dimulai dari Pasal 1233 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1864 KUH
Perdata. Masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian. Di dalam NBW Negeri
Belanda, tempat pengaturanhukum kontrak dalam Buku IV tentang van
Verbintenissen, yang dimulai dari Pasal 1269 NBW sampai dengan Pasal 1901
NBW.Hal-hal yang diatur di dalam Buku III KUH Perdata adalah sebagai berikut.
-
Perikatan pada umumnya (Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1312 KUH Perdata)
-
Perikatan yang dl lahirkan dari
perjanjian (Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 KUHPerdata)
-
Hapusnya perikatan (Pasal 1381 sampai
dengan Pasal 1456 KUH Perdata)
-
Jual beli (Pasal 1457 sampai dengan
Pasal 1540 KUH Perdata
-
Tukar-menukar (Pasal 1541 sampai dengan
Pasal 1546 KUH Perdata)
-
Sewa menyewa (Pasal 1548 sampai dengan
Pasal 1600KUH Perdata)
-
Persetujuan untuk melakukan pekerjaan
(Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617KUH Perdata)
-
Persekutuan (Pasal 1618 sampai dengan
Pasal 1652 KUH Perdata)
-
Badan hukum (Pasal 1653 sampai dengan
Pasal 1665 KUH Perdata)
-
Hibah (Pasal 1666 sampai dengan Pasal
1693 KUH Perdata)
-
Penitipan barang (Pasal 1694 sampai
dengan Pasal 1739 KUH Perdata)
-
Pinjam pakai (Pasal 1740 sampai dengan
Pasal 1753 KUH Perdata)
-
Pinjam-meminjam (Pasal 1754 sampai
dengan Pasal 1769 KUH Perdata)
-
Bunga tetap atau abadi (Pasal 1770
sampai dengan Pasal 1773 KUH Perdata)
-
Perjanjian untung-untungan (Pasal 1774
sampai dengan Pasal 1791 KUH Perdata)
-
Pemberian kuasa (Pasal 1792 sampai
dengan Pasal 1819 KUH Perdata)
-
Penanggung utang (Pasal 1820 sampai
dengan Pasal 1850 KUH Perdata)
-
Perdamaian (Pasal 1851 sampai dengan
Pasal 1864 KUH Perdata) Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa,
persekutuan, perkumpulan, hibah,
penitipan
barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa,
penanggung utang, dan perdamaian merupakan perjanjian yang bersifat khusus, yang
di dalam berbagai kepustakaan hukum disebut dengan perjanjian nominaat. Perjanjian
nominaat adalah peijanjian yang dikenal di dalam KUH Perdata. Di luar KUH
Perdata dikenal juga perjanjian lainya, seperti kontrak production sharing, kontrak
joint venture, kontrak karya, leasing, bell sewa, franchise, kontrak rahim, dan
lain-lain. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yaitu perjanjian
yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat. Perjanjian
innominaat ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan.
3.
Sistem pengaturan hukum kontrak adalah
sistem terbuka (open system). Artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan
perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam
undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: "Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya."
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:
-
membuat atau tidak membuat perjanjian,
-
mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
-
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya, dan
-
menentukan bentuknya peijanjian, yaitu
tertulis atau lisan (Salim H.S., 1993: 100).
Dalam
sejarah perkembangannya, hukum kontrak pada mulanya menganut sistem tertutup.
Artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam undangundang. Ini
disebabkan adanya pengaruh ajaran legisme yang memandang bahwa tidak ada hukum
di luar undang-undang. Hal ini dapat dilihat dan dibaca dalam berbagai putusan
Hoge Raad dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1919. Putusan Hoge Raad yang
paling penting adalah putusan HR 1919, tertanggal 31 Januari 1919 tentang penafsiran
perbuatan melawan hukum, yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Di dalam
putusan HR 1919 definisi perbuatan melawan hukum, tidak hanya melawan undang-undang,
tetapi juga melanggar hak-hak subjektif orang lain, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Menurut
HR 1919 yang diartikan dengan perbuatan melawan hukum adalah berbuat atau tidak
berbuat yang:
-
melanggar hak orang lain
-
bertentangan dengan kewajiban hukum
pelaku
-
bertentangan dengan kesusilaan, artinya
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
-
bertentangan dengan kecermatan yang harus
diindahkan dalam masyarakat
-
Aturan tentang kecermatan terdiri atas
dua kelompok, yaitu
a. aturan-aturan
yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya, dan
b. aturan-aturan
yang melarang merugikan orang lain ketika hendakmenyelenggarakan kepentingannya
sendiri.
4.
Di dalam hukum kontrak dikenal lima asas
penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt
servanda (asas kepastian hukum), asas iktikad baik, dan asas kepribadian.
Kelima asas itu disajikan berikut ini.
-
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan
berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yang berbunyi: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya."
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat
atau tidak membuat perjanjian,
b. mengadakan
perjanjian dengan siapa pun,
c. menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. menentukan
bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Latar
belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme
yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum
Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisance melalui antara lain ajaran-ajaran
Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke dan Rosseau. Menurut paham
individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam
hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam "kebebasan berkontrak". Teori
leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya
persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi
di dalam kehidupan (sosial ekonomi) masyarakat. Paham individualism memberikan
peluang yang luas kepada golongan kuat (ekonomi) untuk menguasai golongan lemah
(ekonomi). Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang
lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat, diungkapkan dalam exploitation
de homme par l’homme. Pada akhir abad ke-19, akibat desakan paham etis dan
sosialis, paham individualism mulai pudar, terlebih-lebih sejak berakhirnya Perang
Dunia II. Paham ini tidak mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang
lemah lebih banyak mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak
lagi diberi arti mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu
dengan kepentingan umum. Pengaturan substansi kontrak tidak semata-mata
dibiarkan kepada para pihak namun perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban
kepentingan umum menjaga keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat. Melalui penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah ter jadi
pergeseran hukum kontrak ke bidang hukum publik. Melalui campur tangan
pemerintah ini terjadi pemasyarakatan (vermastchappelijking) hukum kontrak.
-
Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme
dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan
kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme
muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum German tidak
dikenal asas konsensualisme, tetapi yang dikenal adalah perjanjian riil dan
perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum Adat). Sedangkan yang disebut perjanjian
formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis
(baik berupa akta autentik maupun akta di bawah tangan). Dalam hukum Romawi
dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya
bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUH Perdata adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.
-
Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt
servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan
dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta
sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang
berbunyi: "Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang." Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal dalam hukum
gereja. Di dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian
apabila ada kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah. Ini
mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun,
dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda diberi arti hochun, yang berarti
sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.
-
Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)
Asas iktikad baik dapat
disimpulkan dari Pasa( 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata berbunyi: "Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad
baik." Asas iktikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur
dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguhatau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua
macam. yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik
nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada
iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat
ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
-
Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian
merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau
membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Halini dapat dilihat
dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: "Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri." Inti
ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian
hanya berlaku antara pihak yang membuatnya." Ini berarti bahwa perjanjian
yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya
5. Para
ahli (Sudikno Martokusumo, Mariam Darus, Satrio) bersepakat bahwa unsur-unsur
perjanjian itu terdiri dari :
-
Unsur Esensialia,
-
Unsur Naturalia,
-
Unsur Aksidentalia.
Unsur pertama lazim
disebut dengan bagian inti perjanjian, unsur kedua dan ketiga disebut bagian
non inti perjanjian.
Unsur Esensialia adalah
unsur yang mutlak harus ada untuk terjadinya perjanjian, agar perjanjian itu
sah dan ini merupakan syarat sahnya perjanjian. Jadi keempat syarat dalam Pasal
1320 KUHPerdata merupakan unsur esensialia. Dengan kata lain, sifat esensialia
perjanjian adalah sifat yang menentukan perjanjian itu tercipta (constructieve
oordeel)
Unsur Naturalia adalah
unsur yang lazim melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan
secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada
dalam perjanjian. Unsur ini merupakan sifat bawaan (natuur) atau melekat pada
perjanjian. Misalnya penjual harus menjamin cacat-cacat tersembunyi kepada
pembeli.
Unsur Aksidentalia
artinya unsur yang harus dimuat atau dinyatakan secara tegas di dalam
perjanjian oleh para pihak. Misalnya, jika terjadi perselisihan, para pihak
telah menentukan tempat yang di pilih.
Unsur-unsur yang harus
ada dalam perjanjian adalah :
-
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian,
pihak-pihak dimaksud adalah subjek perjanjian;
-
Consensus antar para pihak;
-
Objek perjanjian;
-
Tujuan dilakukannya perjanjian yang
bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan
-
Bentuk perjanjian yang dapat berupa
lisan maupun tulisan.
6. CONTOH SURAT PERJANJIAN JUAL – BELI TANAH
Yang
bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama :
----------------------------------------------------
Umur :
----------------------------------------------------
Pekerjaan :
----------------------------------------------------
Alamat : ----------------------------------------------------
Nomer
KTP / SIM :
----------------------------------------------------
Dalam
hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK
PERTAMA
2. Nama : ----------------------------------------------------
Umur :
----------------------------------------------------
Pekerjaan :
----------------------------------------------------
Alamat :
----------------------------------------------------
Nomer
KTP / SIM : ----------------------------------------------------
Dalam
hal ini bertindak atas nama diri pribadi yang selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA
Dengan ini menerangkan bahwa PIHAK
PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah bermufakat untuk mengadakan ikatan
perjanjian jual – beli dengan syarat dan ketentuan yang diatur sebagai berikut:
Pasal 1
PIHAK PERTAMA
menjual kepada PIHAK KEDUA sebidang tanah Hak Milik yang diuraikan dalam
( --------- nomer sertifikat tanah --------- ), yang terletak di (
--------- alamat lengkap lokasi tanah --------- ), dan diuraikan lebih
lanjut dalam ( --------- nomer gambar situasi --------- ), seluas [(
---) (---luas tanah dalam huruf ---)] meter persegi.
Pasal 2
Jual beli tanah tersebut di atas dilakukan
dan diterima dengan harga [(Rp. -------------,00) (------ jumlah
uang dalam huruf ------ )] per meter persegi sehingga keseluruhan harga
tanah tersebut adalah [(Rp. -------------,00) (------ jumlah uang
dalam huruf ------ )] dan akan dibayarkan PIHAK KEDUA kepada PIHAK
PERTAMA secara tunai setelah ditandatanganinya Surat Perjanjian ini, dengan
diberi tanda penerimaan tersendiri.
Pasal 3
PIHAK PERTAMA
memberikan jaminan penuh bahwa tanah yang dijualnya adalah hak miliknya dan
tidak sedang dijaminkan dengan cara apa pun kepada pihak ketiga, yang telah
sebelumnya diketahui dengan baik oleh kedua belah pihak.
Pasal 4
Sejak ditandatanganinya Surat Perjanjian
ini maka tanah tersebut di atas beserta segala keuntungan maupun kerugiannya
beralih dari PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA dengan demikian hak
kepemilikannya sepenuhnya menjadi hak milik PIHAK KEDUA.
Pasal 5
Segala macam ongkos atau biaya yang
berhubungan dengan balik nama atas tanah tersebut dibebankan sepenuhnya kepada PIHAK
KEDUA.
Pasal 6
Perjanjian ini tidak akan berakhir karena
salah satu pihak meninggal dunia, melainkan akan tetap bersifat turun-temurun
dan harus dipatuhi oleh para ahli waris atau penerima hak masing-masing pihak.
Pasal 7
a. Kedua
belah pihak telah bersepakat untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara
musyawarah untuk mufakat.
b. Apabila
terjadi perselisihan dan tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau
musyawarah untuk mufakat, kedua belah pihak bersepakat untuk menyelesaikannya
secara hukum dan kedua belah pihak telah sepakat untuk memilih tempat tinggal
yang umum dan tetap di ( ------ Kantor Kepaniteraan Pengadilan ------ ).
Pasal 8
Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup
diatur dalam perjanjian ini akan dituangkan dalam surat menyurat antara kedua
belah pihak yang selanjutnya disetujui oleh kedua belah pihak dan menjadi satu
kesepakatan yang tidak dapat dipisahkan dengan perjanjian ini.
Demikianlah perjanjan ini dibuat dan
ditandatangani kedua belah pihak di ( ----- tempat ------) pada hari (
---------) tanggal [( ------) ( --- tanggal dalam huruf ---)] ( --- bulan
dalam huruf ---) tahun [( ------) ( --- tahun dalam huruf ---)]
dimana masing-masing pihak berada dalam keadaan sadar serta tanpa adanya
paksaan atau tekanan dari pihak manapun juga.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
[ ------------------------- ] [ ------------------------
]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar