UJIAN
AKHIR SEMESTER
HUKUM
ACARA PERADILAN HAM
NAMA : HARIADY PUTRA ARUAN
NIM : 1604551150
KELAS : B
MATA
KULIAH : HUKUM ACARA PERADILAN HAM
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
UDAYANA
DENPASAR
2018
Soal :
1.
Cermati
Asas Retroaktif dalam Hukum Acara Peradilan Ham
Asas Retroaktif atau hukum berlaku
surut tercantum dalam penjelasan pasal 4 Undang-undang nomor 39 tahun 1999
tentang HAM yakni:
a.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan
apapun” termasuk keadaan perang, sengketa senjata, dan keadaan perang
b.
Yang dimaksud dengan “siapapun” adalah
negara pemerintah dan atau anggota masyarakat
c.
Hak untuk tidak di tuntut atas dasar
hukum yang berlaku surut dapat dikecualika dalam jal pelanggaran HAM berat
terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
Kemanusiaan
.
Kedudukan Asas Retroaktif diperkuat dengan ketentuan pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang tertera sebagai
berikut; “Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum
diundangkannya undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad
hoc.” Dengan adanya ketentuan tersebut telah jelas bahwa Indonesia melegalkan
asas retroaktif pada penggaran berat terhadap hak asasi manusia. Ketentuan Asas
Retroaktif dalam kedua Undang-Undang tersebut sempat menjadi perdebatan di
DPR-RI saat pembahasan Undang-Undang. Namun akhirnya fraksi-fraski di DPR RI
menyetujui adanya pemberlakuan hukum berlaku surut dengan alasan pelanggaran
HAM adalah tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana biasa. Untuk itu
penangannya berbeda dan pemberlakuan asas retroaktif di dalamnya merupakan
kekhususan lain yakni hanya untuk Pelanggaran HAM Berat yang dikhususnya untuk
Kejahatan Kemanusiaan. pemberlakuan asas retroaktif harus dibatasi secara rigid
dan limitative, yakni khusus pada extra ordinary crime.
Pemberlakuan
asas retroaktif jelas bertentangan dengan beberapa ketentuan pasal 28 I
Undang-undang yakni Undang-undang Negara Republik Indonesia , ketentuan asas
legalitas yang terdapat di dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan isi pasal 4
Undang-undang HAM.
2.
Cermati
perlindungan korban dan saksi dalam Hukum Acara Peradilan Ham
Pasal
7 undang –undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAMmenyatakan bahwa
terdapat 2 bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat yakni
a.
Kejahatan genocida
Diatur dalam pasal 8
UU Pengadilan HAM menyatakan bahwa Kejahatan Genocida adalah setiap perbuatan
yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, serta kelompok agama dengan cara :
-
Membunuh anggota kelompok
-
Mengakibatkan penderitaan fisik atau
ental yang berat terhadap anggota – anggota kelompok
-
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh maupun sebagian
-
Memaksakan tindakan-tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau
-
Memindahkan secara paksa anak-anak
dari kelompok tertentu ke kelompok lainnya
b.
Kejahatan terhadap kemanusiaan
Terdapat di dalam
pasal 7 huruf b yang menyatakan bahwa yang di maksud dengan kejahatan terhadap
kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang
meluas atau sistematik yang diketahui bahwa serangan ditunjukkan secara
langsung terhadap penduduk sipil yang berupa ;
-
Pembuhunan
-
Pemusnahan
-
Perbudakan
-
Pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa
-
Perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok
hukum internasional
-
Penyiksaan
-
Perkosaan
-
Penganiayaan terhadap suatu kelompok
-
Penghilangan orang secara paksa
-
Kejahatan apartheid
Terhadap kejahatan
genocida dan kejahatan terhadap kemanusiaan diatas maka perlu dilakukan upaya
perlindungan terhadap saksi dan korban
Perlindungan hukum yang diberikan
kepada korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat menurut
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelanggaran hak asasi
manusia yang berat adalah sebagai berikut :
Perlindungan korban dan saksi menurut Pasal 34 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah :
a.
Setiap
korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas
perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan
dari pihak manapun.
b.
Perlindungan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak
hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.
c.
Ketentuan
mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan
Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM Yang Berat menentukan
perlindungan yang diperoleh korban dan saksi adalah :
a.
Setiap
korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak
memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan aparat kemanan.
b.
Perlindungan
oleh aparat penegak hukum dan aparat kemanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sedangkan
pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM Yang Berat, perlindungan yang
diberikan meliputi :
a.
Perlindungan
atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental;
b.
Perahasiaan identitas korban dan saksi;
c.
Pemberian
keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka
dengan tersangka.
3.
Pelanggaran
ham berat merupakan extra ordinary crime ,
cermati
Extra ordinary crime berarti kejahatan
yang memiliki unsur meluas dan sistematik. Meluas berarti memiliki daya jangkau
yang luas dan menimbulkan banyak korban. Kata “meluas” juga termasuk kata
“Massive” yang artinya kejahatan yang telah diulang-ulang. Sedangkan sistematik
merupakan suatu model yang terorganisir untuk melakukan kejahatan. Ketiga sifat
extra ordinary crime tersebut harus diartikan secara bersamaan agar didapat
pengertian yang utuh. Sehingga telah terbentuk sistem yang rapi ketika
kejahatan dilakukan. Yang termasuk kedalam kejahatan luar biasa atau Extraordinary Crime adalah kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan
genicida dan kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan kejahatan yang
dikategorikan sebagai musuh seluruh masyarakat di dunia. Literature hukum
menyatakan bahwa kejahatan genocida dan kejahatan terhadap kemanusiaan
merupakan jus cogens yakni dianggap
mutlak dan tidak dapat diabaikan.
Dalam
sejarahnya penghukuman atas kejahatan terhadap kemanusiaan telah terjadi pasca
perang dunia kedua.
Dalam
undang-undang Pengadilan HAM kejahatan genocida dan kejahatan terjadap
kemanusiaan dikategorikan sebagai kejahatan pelanggaran HAM berat. UU ini juga menyatakan secara tegas bahwa
kedua kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime) dan berdampak
secara luas dan bukan di atur dalam KUHP.
Berdasarkan
karakteristik kejahatannya yang sangat khusus dan berbeda dengan kejahatan
“biasa” lainnya maka Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus. Terhadap
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat diperlukan langkah-langkah
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan yang bersifat khusus.
Beberapa prinsip dalam hukum pidana yang diatur secara berbeda dalam UU No. 26
adalah adanya penegasan tentang dapat diberlakukan asas non retroatif dan tidak
adanya masa daluarsa terhadap kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
4.
Cermati
7 proses beracara didepan peradilan Ham
Berdasarkan
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
1.
Penyelidikan
Dilakukan oleh Komnas
HAM yang bertujuan untuk memberikan objektivitas hasil penyelidikan. Penyelidik
berwenang
a.
Melakukan penyelidikan dan pemeriksaan
terhadap peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat
b.
Menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang atau kelompok orang tentang terjadiya pelanggaran HAM berat serta
mencari keterangan alat bukti
c.
Memanggil pihak pengadu
d.
Memanggil pihak saksi
e.
Memanggil pihak terkait
f.
Melakukan pemeriksaan suar,
penggeledahan dan penyitaan
2.
Penyidikan
Dilakukan
oleh Jaksa Agung. Dalam pelaksanaan tugasnya Jaksa Agung dapat mengangkat
Oenyidik ad hoc yang tediri dari unsur pemerintah dan masyarakat. Penyelidikan
diselesaikan paling lambat 90 hari terhitung sejak tanggal hasil penyedilikan
diterima dan dinyatakan lengkap oleh penyidik
3.
Penuntutan
Dilakukan
oleh Jaksa Agung. Penuntutan dilakukan paling lama 70 hari sejak tanggal hasil
penyidikan diterima
4.
Pemeriksaan di Pengadilan
Dilakukan
olej majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah 5 orang. Terdiri atas 2 orang
hakim pengadilan HAM dan 3 oleh Hakim ad hoc.
Perkara paling
lama 180 hari diperiksa dan diputus sejak perkara di limpahkan ke pengadilan
HAM. Banding pada Pengadilan Tinggi dilakukan paling lama 90 hari terhitung
sejak perkara di limpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kasasi paling lama 90 hari
sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung.
DAFTAR
PUSTAKA
Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi
Manusia dalam Konstitusi Indonesia
Kuncoro Purbopranoto, 1969, Hak Asasi
Manusia dan Pancasila, Yogyakarta : Pradja Paramita
Miriam Budiardjo, 1985, Dasar-Dasar
Ilmu Politik, Jakarta: PT.Gramedia
Mahsyur Effendi, 1994, Dimensi Dinamika
Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Jakarta : Ghalia
Indonesia
Todung Mulya Lubis, 1982, Hak Asasi
Manusia, Jakarta: Sinar Harapan
Peraturan Perundang
–Undangan
-
Undang-Undang Dasar 1945
-
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia
-
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar