Sabtu, 10 Juni 2017

Gender dalam Hukum, Analisis Yuridis Data Statistik Pegawai Laki-Laki dan Perempuan di Beberapa Perusahaan Besar menggunakan Pendekatan Gender

GENDER DALAM HUKUM

Analisis Yuridis Data Statistik Pegawai Laki-Laki dan Perempuan di Beberapa Perusahaan Besar menggunakan Pendekatan Gender



NAMA      : Hariady Putra Aruan
NIM           : 1604551150
KELAS      : C Reguler Pagi



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
A.    Latar Belakang
Konsep kesetaraan gender menurut Rowbotham lahir dari pemberontakan kaum perempuan di Negara-negara barat akibat penindasan yang dialami mereka selama berabad-abad lamanya. Indonesia juga memiliki sejarah yang panjang dalam memperjuangkan kesetaraan gender di segala bidang kehidupan tanpa terkecuali di bidang pemerintahan dan hukum. Sejak era Kartini, kaum perempuan diindonesia mulai menyadari arti pentingnya kesetaraan gender dalam memperoleh hak-hak public seperti yang diperoleh oleh kaum lelaki. Jaminan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan khususnya dibidang pemerintahan dan hukum telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Pada kenyataannya masih banyak program pembangunan yang lebih memihak kepada kaum laki-laki daripada kaum perempuan.
Isu gender dalam kehidupan saat ini adalah hal yang sering didengar. Banyak sekali terjadi penyimpangan dan ketidakadilan gender yang terjadi di masyarakat. Dengan dikeluarkannya Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang tentang Pengarustamaan Gender merupakan bukti bahwa isu gender dalam masyarakat yang terus berkembang belum mendapat penanganan khusus untuk penyelesaiannya. Bahkan partisipasi perempuan dalam kehidupan politik di Indonesia sangat rendah. Sehingga perlu dilakukan analisis yuridis terhadap isu gender tersebut dengan data statistic sebagai bahan utama dalam analisis ini.

B.     Data statistic perbedaan jumlah karyawan laki-laki dan perempuan di beberapa perusahaan besar.
C.    Analisis Yuridis dengan Pendekatan Gender
Untuk meningkatkan perlindungan terhadap pegawai perempuan telah dibuat suatu peraturan dalam Undang-Undang yang mampu meningkatkan kenyamanan kaum perempuan dalam bekerja dan terjaminnya hak-hak yang mereka miliki. Dalam beberapa peraturan perundang-undangan telah mengatur perlindungan terhadap kaum perempuan, hal ini dikarenakan norma-norma hukum netral yang selama ini belum mampu menunjukkan hasil dalam hal kesetaraan gender. Perbedaan jumlah antara laki-laki dan perempuan dalam statistic tersebut apabila ditinjau dari segi yuridis juga dipengaruhi oleh beberapa hal penting seperti pada Pasal 76 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan banyak pasal yang melindungi kaum perempuan secara khusus seperti pada Pasal 76
poin (1) dikatakan bahwa “Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00”, dari pasal ini saja sudah terlihat bahwa UU ini melindungi kaum perempuan secara khusus dan pada UU tersebut tidak ada bagian yang mengatur hal serupa terhadap kau laki-laki. Hal ini yang mungkin menjadi alasan bagi banyak perusahaan untuk lebih memilih untuk mempekerjakan kaum laki-laki yang tidak terlalu banyak membutuhkan perlindungan khusus/ keperluan khusus seperti yang dibutuhkan oleh kaum perempuan. Terlebih, perusahaan-perusahaan besar cenderung mengejar target yang tinggi dan untuk mencapai target yang tinggi tersebut kadang kala pekerja harus bekerja ekstra dan lembur yang mana kaum perempuan tidak dapat melakukan hal tersebut yang membuat pihak perusahaan harus memilih kaum laki-laki untuk bekerja. Dan apabila kita melihat pada UU dan Pasal yang sama dengan poin berbeda yaitu
pada poin (3) dikatakan bahwa “Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja”. Dari pasal ini juga kita dapat melihat kecenderungan UU tersebut dalam melindungi kaum perempuan secara khusus yang bahkan pada kaum laki-laki UU tersebut tidak mencantumkan peraturan yang serupa. Pada poin tiga ini pihak perusahaan diwajibkan untuk memberikan pelayanan kepada para pegawai perempuan yang mana ‘mungkin saja’ pelayanan tersebut membutuhkan dana yang besar dan membuat beberapa perusahaan mengurangi jumlah pegawai perempuan untuk menekan dana pelayanan tersebut yang membuat jumlah pegawai laki-laki lebih banyak daripada pegawai perempuan. Dalam hukum hal tersebut tidak salah karena penerimaan pegawai baik laki-laki maupun perempuan diatur oleh pihak perusahaan yang bersangkutan selama tidak terjadi diskriminasi antar gender dan juga UU tersebut hanya memberikan perlindungan terhadap kau perempuan yang terbilang lebih lemah daripada kaum laki-laki.
            Apabila kita memperhatikan data statistic diatas dengan didasari oleh peraturan Perundang-undangan yang telah di uraikan sebelumnya, maka data statistic diatas ternasuk kedalam responsive gender yang mana responsive gender memiliki sifat berpihak kepada gender yang lebih lemah dan dalam konteks ini gender yang lebih lemah adalah perempuan. Undang-undang tersebut memberikan perlindungan lebih kepada kaum perempuan guna meningkatkan kesejahteraan dalam pekerjaan walaupun jika diperhatikan tanpa meninjau dari undang-undang yang telah diuraikan dapat dikategorikan sebagai bias gender karena juga berpihak kepada salah satu gender akan tetapi memiliki potensi untuk merugikan gender lainnya.
            Factor-faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya responsive gender tersebut adalah:
1.      Factor fisik perempuan yang lebih lemah apabila dibandingkan dengan fisik seorang laki-laki.
2.      Adanya pelabelan buruk oleh masyarakat terhadap kaum perempuan yang pulang larut malam.
3.      Factor komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan kaum perempuan dalam bidang pekerjaan yang telah diimplementasikan dalam pembentukan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang Ketenagakerjaan.
4.      Adanya nilai-nilai yang belum diketahui oleh masyarakat seperti Emansipasi Wanita.
5.      Pandangan masyarakat mengenai kemampuan yang dimiliki oleh perempuan masih cukup rendah.
6.      Derajat partisipasi perempuan yang masih minim dan kurang aktif
7.      Pemberdayaan kaum perempuan yang masih cukup minim.
8.      Masih banyak kaum perempuan yang kekurangan di bidang pendidikan yang juga menjadi suatu penghalang dalam mencari pekerjaan di sebuah perusahaan

Dalam mengatasi isu gender ini pemerintah harus bergerak cepat dan memberikan solusi terbaik agar tercipta kesetaraan gender dan tiap-tiap gender mendapa hak yang seharusnya mereka dapatkan. Pemerintah harus lebih meningkatkan di bidang peningkatan mutu sumber daya manusia dengan memberikan dan menyediakan pendidikan yang baik kepada setiap gender karena tanpa pendidikan bagaimana mungkin mereka dapat bekerja di suatu perusahaan. Terlebih lagi setelah meningkatkan dibidang pendidikan pemerintah juga harus menciptakan lapangan  pekerjaan yang merata dan terporsi jadi setiap gender baik laki-laki maupun perempuan memiliki porsi, kedudukan dan wewenang yang sama di bidangnya dan tidak terdapat diskriminasi gender.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unsur-Unsur Proses Hukum Acara Pidana

  TAHAP PROSES PIDANA DASAR TINDAKAN HAK-HAK TERTUDUH Penahanan sementara oleh polisi ...